A. Perkembangan Sejarah Obat
Yang
di maksud dengan obat ialah semua zat baik kimiawi, hewani maupun
nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau
mencegah penyakit berikut gejala-gejalanya. Kebanyakan
obat yang digunakan dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman.
Dengan cara mencoba –coba, secara empiris orang purba mendapatkan
pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk
menyembuhkan penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun disimpan dan
dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, sebagaimana
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.
Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal dari tanaman yang di kenal dengan sebutan
obat tradisional (jamu). Obat-obat nabati ini di gunakan sebagai
rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda
tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya.
Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang
terkandung dalam tanaman – tanaman sehingga menghasilkan serangkaian
zat – zat kimia sebagai obat misalnya efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris , atropin dari Atropa belladonna, morfin dari Papaver somniferium, digoksin dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia serpentina, vinblastin dan Vinkristin adalah obat kanker dari Vinca Rosea.
Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat – obat sintesis, misalnya asetosal, di
susul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru
tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik
sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.
Penemuan-penemuan
baru menghasilkan lebih dari 500 macam obat setiap tahunnya, sehingga
obat-obat kuno semakin terdesak oleh obat-obat baru. Kebanyakan
obat-obat yang kini digunakan di temukan sekitar 20 tahun yang lalu,
sedangkan obat-obat kuno di tinggalkan dan diganti dengan obat modern
tersebut.
B. Definisi dan Pengertian :
Farmakologi atau ilmu khasiat obat
adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya,
baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan
nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk menyelidiki semua interaksi
antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaannya pada
pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu :
1. Farmakognosi, mempelajari
pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat – zat
aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.
Pada
zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi
sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai
sumber untuk obat – obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
2. Biofarmasi,
meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan
kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan
efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi
dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
3. Farmakokinetika, meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah dan distrtibusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain. Begitu pula bagaimana perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal. Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika, mempelajari
kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme
kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya.
Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat
terhadap tubuh.
5. Toksikologi
adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapi obat barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme. ( “Sola dosis facit venenum” : hanya dosis membuat racun racun, Paracelsus).
6. Farmakoterapi mempelajari
penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini
berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat dan
sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak
lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat – zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
Obat – obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis,
yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau
memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya
hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis,
dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. Hendaknya
obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil – kecilnya
terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh sebesar – besarnya
terhadap sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme
(bakteri dan virus). Obat – obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat – obat kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik
merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan
penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus
digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium
propanoat dan asam iod organik lainnya.
C. Farmakope dan Nama Obat
Farmakope
adalah buku resmi yang ditetapkan hukum dan memuat standarisasi obat –
obat penting serta persyaratannya akan identitas, kadar kemurnian, dan
sebagainya, begitu pula metode analisa dan resep sediaan farmasi.
Kebanyakan negara memiliki farmakope nasionalnya dan obat – obat resmi
yang dimuatnya merupakan obat dengan nilai terapi yang telah dibuktikan
oleh pengalaman lama atau riset baru. Buku ini diharuskan tersedia pada
setiap apotik.
Telah
dikeluarkan pada tahun 1962 (jilid I) disusul dengan jilid II (1965),
yang mengandung bahan – bahan galenika dan resep. Farmakope Indonesia
jilid I dan II telah direvisi menjadi Farmakope Indonesia Edisi II yang
mulai berlaku sejak 12 November 1972. Pada tahun 1979 terbit Farmakope
Indonesia Edisi III kemudian Farmakope Indonesia Edisi IV terbit pada
tahun 1996.
Sebagai
pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku
persyaratan mutu obat resmi yang mencakup zat, bahan obat, dan sediaan
farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi tidak dimuat
dalam Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope
Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku
persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
Di
samping kedua buku persyaratan mutu obat resmi ini, pada tahun 1996
telah diterbitkan pula sebuah buku dengan nama Formularium Indonesia,
yang memuat komposisi dari beberapa ratus sediaan farmasi yang lazim
diminta di minta di apotik. Buku ini sudah direvisi pula dan edisi kedua
dari buku ini telah diberlakukan per 12 November 1978 dengan nama
Formularium Nasional.
Obat paten atau spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindingi hukum, yaitu merk terdaftar atau proprietary name.
Banyaknya obat paten dengan beraneka ragam nama yang setiap tahun
dikeluakan oleh industri farmasi dan kekacauan yang diakibatkannya telah
mendorong WHO untuk menyusun Daftar Obat dengan nama – nama resmi.
Official atau generic name (nama generik) ini dapat digunakan disemua
negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan. Hampir semua
farmakope sudah menyesuaikan nama obatnya dengan nama generik ini,
karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan
tidak praktis. Dalam buku ini digunakan pula nama generik, untuk
jelasnya di bawah ini diberikan beberapa contoh :
Nama Kimia | Nama Generik | Nama Paten |
Asam asetilsalisilat
|
Asetosal
|
Aspirin (Bayer)
Naspro (Nicholas)
|
Aminobenzil penisillin
|
Ampisilin
|
Penbritin (Beecham)
Ampifen (Organon)
|
D. Macam -Macam Sediaan Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,macam - macam sediaan umum adalah sebagai berikut :
1. Aerosol,
adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif
terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.
Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk
pemakaian lokal pada hidung ( aerosol nasal ), mulut ( aerosol lingual )
atau paru - paru ( aerosol inhalasi ).
2. Kapsul , adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Digunakan untuk pemakaian oral.
3. Tablet , adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
4. Krim,
adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
5. Emulsi, adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
6. Ekstrak,
adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat baku
yang ditetapkan.
7. Gel
(Jeli), adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar ,
terpenetrasi oleh suatu cairan.
8. Imunoserum, adalah sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
9. Implan
atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil,
berisi obat dengan kemurnian tinggi ( dengan atau tanpa eksipien ),
dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet
dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh ( biasanya secara sub kutan )
dengan tujuan untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan
dalam jangka waktu lama.
10. Infusa. adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90O selama 15 menit.
11. Inhalasi,
adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau
lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut
untuk memperoleh efek lokal atau sistemik.
12. Injeksi adalah sediaan steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit atau selaput lendir.
13. Irigasi,
larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka
terbuka atau rongga - rongga tubuh, penggunaan adalah secara topikal.
14. Lozenges
atau tablet hisap, adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat
membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
15. Sediaan obat mata :
a. Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
b. Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
16. Pasta, adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
17. Plester,
adalah bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan
yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.
18. Serbuk, adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis)
19. Solutio atau larutan, adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Terbagi atas :
a. Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk pemberian oral. Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah :
- Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi
- Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut.
b. Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan topical paad kulit atau mukosa.
c. Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam telinga.
d. Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada mata.
e. Spirit,
adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol dari zat yang mudah
menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.
f. Tingtur, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol di buat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia
20. Supositoria,
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh.
E. Cara – Cara Pemberian Obat
Di
samping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat
lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari
efek yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek
lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat – sifat fisika-kimia obat.
1. Efek Sistemis
(a) Oral, Pemberiannya melalui mulut
(b) Oromukosal, Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
§ Sublingual : Obat ditaruh di bawah lidah.
§ Bucal : Obat diletakkan diantara pipi dan gusi
(c) Injeksi,
adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau menembus
kulit / selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk memberikan
efek dengan cepat.
Macam – macam jenis suntikan :
§ Subkutan / hypodermal (s.c) : Penyuntikan di bawah kulit
§ Intra muscular (i.m) : Penyuntikan dilakukan kedalam otot
§ Intra vena (i.v) : Penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh darah
§ Intra
arteri (i.a) : Penyuntikan ke dalam pembuluh nadi (dilakukan untuk
membanjiri suatu organ misalnya pada penderita kanker hati)
§ Intra cutan (i.c) : Penyuntikan dilakukan di dalam kulit
§ Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas tulang belakang (sumsum tulang belakang)
§ Intra peritoneal : Penyuntikan ke dalam ruang selaput (rongga) perut.
§ Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung.
§ Intra pleural : Penyuntikan ke dalam rongga pleura
§ Intra articuler : Penyuntikan ke dalam celah – celah sendi.
(d) Implantasi, Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.
(e) Rektal,
pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini memiliki efek
sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik
sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.
(f) Transdermal, cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinue masuk ke dalam system peredaran darah, langsung ke jantung.
2. Efek Lokal ( pemakaian setempat )
(a) Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio
(b) Inhalasi, Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan danpernafasan
(c) Mukosa
Mata dan telinga, Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata atau
telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi ke dalam
darah dan menimbulkan efek.
(d) Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina, biasanya berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan.
(e) Intra nasal, Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.
Thanks ^^
wkwkwk